#Iklan
#Iklan

HEBOOHH Gadis 8 Tahun Meninggal Setelah di "Nikahkan" dengan Om 40 Tahun! Ternyata Ini Penyebabnya sangat MNGEJUTKAN??? BACA SLENGKABNYA....

#Iklan
#Iklan

“Semua pakar ilmu, yang pandangannya kami hapal, telah setuju, kalau seseorang ayah yang menikahkan anak gadisnya yang masihlah kecil hukumnya mubah (sah). ”1 
Satu diantara alasantasi yang digunakan yaitu firman Allah SWT yang menyatakan : 

وَاللائِي يَئِس�'نَ مِنَ ال�'مَحِيضِ مِن�' نِسَائِكُم�' إِنِ ار�'تَب�'تُم�' فَعِدَّتُهُنَّ ثَلاثَةُ أَش�'هُرٍ وَاللائِي لَم�' يَحِض�'نَ وَأُولاتُ الأح�'مَالِ أَجَلُهُنَّ أَن�' يَضَع�'نَ حَم�'لَهُنَّ وَمَن�' يَتَّقِ اللهَ يَج�'عَل�' لَهُ مِن�' أَم�'رِهِ يُس�'رًا 

“Perempuan-perempuan yg tidak haid lagi (monopause) diantara perempuan-perempuanmu apabila anda bebrapa ragu (mengenai saat iddahnya), jadi saat iddah mereka yaitu tiga bln. ; dan begitu (juga) perempuan-perempuan yang belum haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, saat iddah mereka itu ialah hingga mereka melahirkan kandungannya. 
Siapa siapa yang bertakwa pada Allah, tentu Allah jadikan baginya kemudahan dalam masalahnya. ” 

(Q. s. at-Thalaq 65 : 04) 
Allah menetapkan perempuan dengan predikat : wa al-la’i lam yahidhna (yang 

belum haid) dengan ‘iddah selama 3 bln., sebentar ‘iddah 3 bln. itu hanya berlaku untuk perempuan yang ditalak atau difasakh, jadi ayat ini jadi dalalah iltizam, bila perempuan yang dijelaskan tadi sebelumnya telah dinikah, lantas ditalak atau difasakh. 

Diluar itu, juga hadits yang dituturkan oleh Aisyah —radhiya-Llahu ‘anha— dari Hisyam, dari ayahnya (‘Urwah), yang menyatakan : 

تَزَوَّجَنِي النَّبِيُّ وَأَنَا اِب�'نَةُ سِتٍّ، وَبَنَي بِي�' وَأَنَا اب�'نَةُ تِس�'عٍ (متفق عليه) 
“Saya dinikahi oleh Nabi saw. waktu saya gadis berusia enam th., dan baginda membawa saya, waktu saya berumur sembilan th.. ” 
(H. r. Muttafaq ‘Alaih) 

Selain redaksi di atas, juga ada cerita lain, yang di keluarkan oleh Bukhari dan Muslim, dari ‘Urwah dari Aisyah, yang menyatakan : 

تَزَوَّجَهَا وَهِيَ بِن�'تُ سَب�'عِ سِنِينَ وَزُفَّت�' إِلَي�'هِ وَهِيَ بِن�'تُ تِس�'عِ سِنِينَ وَلُعَبُهَا مَعَهَا وَمَاتَ عَن�'هَا وَهِيَ بِن�'تُ ثَمَانَ عَش�'رَةَ (متفق عليه) 
“Nabi menikahi beliau (Aisyah) waktu beliau berumur tujuh th.. Penikahan beliau dengan Nabi diumumkan waktu beliau berumur sembilan th., waktu beliau masih tetap menggendong mainannya. Nabi meninggalkan beliau (meninggal dunia), saat beliau berumur delapan belas th.. ” 
(H. r. Muttafaq ‘Alaih) 

Ibn Hazm, mengutip pendapat Abu Muhammad, bila argumentasi yang dipakai untuk melegalkan tindakan orang tua menikahkan anak perempuannya di bawah umur yaitu aksi Abu Bakar —radhiya-Llahu ‘anhu— menikahkan Aisyah ra. dengan Nabi saw. saat beliau Aisyah berusia enam th.. Ini yaitu kisah yang populer, dan tidak perlu dikemukakan lagi isnad-nya. 

Namun, Ibn Hazm juga mengutip pendapat Ibn Syubramah, yang menyebutkan, bila tidak dapat menikahkan anak dibawah umur sampai akil baligh, dan menegaskan bila pernikahan Nabi saw. dengan Aisyah ra. itu yaitu kekhususan untuk Nabi, tidak untuk yang lain. 

Pendapat ini telah digugurkan dengan sebagian fakta pernikahan beberapa kawan baik dengan perempuan dibawah umum, seperti yang dikerjakan oleh ‘Umar bin al-Khatthab waktu menikahi Ummu Kaltsum, putri ‘Ali bin Abi Thalib, dan Qudamah bin Math’ghun yang menikahi putri Zubair. 

Sekitar Hadits Pernikahan ‘Aisyah 
Hadits itu, terkecuali di keluarkan oleh Bukhari dan Muslim, juga dikeluarkan oleh an-Nasai. Bedanya, an-Nasai bukan sekedar menuturkan terus-terusan lewat jalur Hisyam dari ayahnya, ‘Urwah, namun juga jalur Abu ‘Ubaidah dan al-Aswad. 

Bila mengkaji lafadz ke-2 hadits diatas memanglah ada ketidaksamaan ; Lafadz pertama menyatakan, Nabi menikah dengan Aisyah saat berusia enam th.. Tengah lafadz ke-2, menyebutkan, bila Nabi menikah dengan Aisyah waktu berumur tujuh th.. Hanya saja, dalam meyakinkan mana yang lebih kuat ; apakah percakapan Aisyah sendiri, atau rangkuman perawi? Tentu, yang paling kuat yaitu pembicaraan pelaku segera. Sebab ini bukanlah kesimpulan perawi, tetapi pembicaraan segera pelakunya, yang alami sendiri momen itu. Karenanya, cerita yang menyatakan, bila Aisyah dinikahi oleh Nabi dalam usia enam tahunlah yang paling kuat. Ini dari segi matan (redaksi) hadits. 
Tentang dari segi sanad, ke-2 hadits diatas yaitu duanya sama yaitu hadits sahih, yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Apabila diliat dari segi sanad, ke-2 hadits itu bisa masuk dalam katagori hadits mu’an’an, yang dalam lazimnya aturan periwayatan hadits termasuk juga dalam grup hadits dhaif. Namun, khusus masalah hadits mu’an’an dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim, dikecualikan dari aturan itu. Dengan kata lain, hadits mu’an’an dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim tetaplah dikira oleh beberapa ahli hadits sebagai hadits sahih. Selain itu harus juga dicatat, bila aturan atau teori hadits itu baru nampak terakhir, jauh setelah munculnya Shahih al-Bukhari dan Muslim. Karenanya, hadits pernikahan Aisyah dengan Nabi saw. itu jelas adalah hadits sahih, yang kesahihannya tidak layak diperdebatkan lagi. Diluar itu, arti hadits itu juga tidak bertentangan dengan nas yang qath’i, seperti al-Qur’an, surat at-Thalaq : 4, jadi sama-sama menguatkan. 

Status Perawi Hadits Aisyah 
Mengenai status Hisyam (w 145 H), yang konon baru meriwayatkan hadits ini di usianya ketujuhpuluh th., dan itu juga dituturkan saat di Irak, jadi harus di cermat : 
Pertama, dalam konteks ada’ (penyampaian) cerita, tak ada larangan seorang menyampaikan cerita di usia senja. Tentu dengan catatan, bila segi ingatan (dhabt) -nya tak ada masalah. Dalam masalah periwayatan Hisyam di Irak, yang dipersoalkan oleh ahli hadits yaitu ketidakkonsistenan Hisyam dalam mengemukakan jenis periwayatan. 

Beliau terkadang mengatakan : haddatsani abi, yang bermakna Hisyam mendengar segera dari ayahnya, dalam posisi beliau sudah menyiapkan materi hadits dan menghapalnya. Terkadang beliau menyampaikan : akhbarani abi, yang berari hadits itu dibacakan oleh ayahnya. Terkadang beliau mengatakan : yaqulu li abi, yang berarti beliau dengarkan hadits itu dari ayahnya, tanpa ada persiapan dan hapalan terlebih dulu. 

Tetapi, pada umumnya Hisyam, seperti pembicaraan Ibn Hibban, dalam kitabnya, ats-Tsiqat, yaitu orang yang terpercaya (mutqin), wara’, mulia (fadhil) dan hafidh. 

Ke-2, tidak ada bukti satu juga yang dapat memastikan, bila hadits Aisyah itu dituturkan oleh Hisyam di usianya yang senja, atau waktu beliau geser ke Irak. Karenanya, catatan Ya’kub bin Syibah, tentang keadaan Hisyam di Irak : “Hisyam yakni tsiqah, yang tak ada penolakan sedikit juga pada kisah yang datang darinya, kecuali setelah dia menetap di Irak. ” 

tidak bisa dipakai untuk mejustifikasi, bila hadits pernikahan Aisyah itu tidak kredibel. Sebab, semua ahli hadits dan biografi perawi sepakat, bila hadits Hisyam tetaplah kredibel, terlebih hadits yang ada dalam kitab Shahih. Satu diantaranya, bisa kita saksikan pernyataan Ibn Kharrasy : “Hisyam yaitu orang yang jujur (shaduq), di mana haditsnya banyak masuk didalam kitab Shahih. ” 

Bila rangkuman hadits pernikahan Aisyah itu ditarik pada posisi Hisyam setelah geser ke Irak dan di usianya yang senja, jadi penarikan rangkuman seperti ini tak didasarkan pada kenyataan, tetapi cuma anggapan. Karena itu, rangkuman hadits itu tidak kredibel, karena aspek Hisyam, ini adalah rangkuman logika mantik. Tersebut sesungguhnya yang terjadi. Karenanya, langkah berpikir seperti ini begitu fatal. 

Berapakah Umur Aisyah saat Menikah? 
Dalam konteks ini memang ada dua kisah ; penuturan Aisyah sendiri, yang menyebutkan dinikahi oleh Nabi waktu berumur enam th., dan penuturan ‘Urwah, yang menyebutkan tujuh th.. Dalam konteks matan, seperti yang dikemukakan di atas, jadi pembicaraan Aisyah tentu lebih kuat, daripada pembicaraan tidak segera yang disampaikan oleh ‘Urwan. Selain itu, perbedaan seperti ini tidaklah sangat mendesak, mengingat selisih waktu kerapkali terjadi, karena lain pijakan dalam perhitungannya. Akan tetapi, dua cerita ini bisa dapat dikompromikan, seperti yang dikerjakan oleh Ibn Hajar, hingga dapat disimpulkan, bila Aisyah telah berumur enam th., masuk th. ketujuh. 

Tetapi, ada rangkuman lain yang dikembangkan, seakan-akan Aisyah berusia tujuhbelas, delapanbelas atau sembilanbelas th.. Rangkuman seperti ini tentu tidak memiliki pijakan faktual, kecuali asumsi mantik. Sebagai contoh, pernyataan at-Thabari : “Semua anak Abu Bakar dilahirkan ketika Jalihiyah dari dua isterinya. ” 

Dengan anggapan ini, jadi Aisyah juga diklaim telah lahir ketika pra Islam. Walau sebenarnya, menurut kisah yang sahih, seperti dinyatakan oleh Ibn Hajar, dalam al-Ishabah fi Tamyiz as-Shahabah, Aisyah dilahirkan pada th. keempat atau ke lima bi’tsah. 

Menarik Aisyah dalam katagori “semua anak” Abu Bakar jelas bertentangan dengan kenyataan, bila Aisyah berbeda dengan anak-anak Abu Bakar yang lain, dimana Aisyah dilahirkan setelah bi’tsah, sesaat yang lain terlebih dulu. 

Kesimpulan-kesimpulan mantik seperti ini sesungguhnya tidak sulit dipatahkan, saat rangkuman ini terbukti bertentangan dengan cerita yang sahih. Tidaklah demikian sebaliknya, cerita yang sahih jadi diruntuhkan dengan memakai beberapa kesimpulan yang di bangun lewat logika mantik. Wallahu a’lam. 
sumber ; https :// indotoday12h. blogspot. co. id/2017/01/bikin-haru-gadis-8-tahun-meninggal. html
http://www.berita-medianet.com/2017/02/heboohh-gadis-8-tahun-meninggal-setelah.html
#Iklan
#Iklan